Rabu, 08 April 2009

( I ) ELEMEN PRIMER DI KAMPUNG MELAYU SEMARANG

Menurut Hans Paul Bahrdt, elemen primer kota (kawasan) merupakan penggambaran suatu sistem kehidupan masyarakat kota. Adanya kecenderungan untuk mempolarisasi dan mengungkapkan semua permasalahan sosial yang berkaitan dengan lingkungan publik dan privat. Lingkungan publik dan privat mengembangkan adanya suatu rangkaian terpadu tanpa menghilangkan polarisasi. Sedangkan sektor – sektor kehidupan tidak dapat dikarakterisasikan untuk menghilangkan maksud dari publik dan privat pada suatu lingkungan binaan. Besarnya polarisasi, tertutupnya kemungkinan pertukaran lingkungan publik dan privat, dan besarnya pengaruh kehidupan urban dari pandangan sosiologi mempunyai pengaruh dalam upaya pengembangan karakter kota (kawasan).

Elemen primer merupakan unsur pembentuk kota (kawasan), untuk memberi gambaran tentang artefak – artefak yang ada pada kawasan tersebut. Penggabungan elemen – elemen primer dengan unsur – unsur lain, seperti daerah, lokasi dan konstruksi, konsep perencanaan dan bangunan, artefak natural dan pembentukan artefak, dapat membentuk suatu kesatuan yang utuh, yang dikenal dengan struktur fisik kota.

Struktur fisik permukiman Kampung Melayu terbentuk oleh elemen – elemen primer dan aktifitas kehidupan masyarakatnya, yaitu :
1. Pelabuhan Lama Semarang
Pelabuhan lama Semarang secara fisik terdiri dari Boom Lama (1743) dan Kanal Baru (1875). Konon Boom Lama merupakan tempat terminal kapal, yang dilengkapi dengan kantor pabean dan pasar ikan. Sedangkan Kanal Baru dilengkapi berbagai fasilitas pelabuhan, seperti kantor dagang, markas pasukan Belanda, mercusuar, jembatan putar, gudang – gudang dan beberapa rumah villa milik pegawai pelabuhan. Bangunan gudang yang terkenal di kawasan Kanal Baru adalah Gudang Tujuh Marabunta, dari letak dan bentuknya yang megah dan unik, bangunan ini terlihat bagaikan simbol batas wilayah kota, sekaligus sebagai gerbang kota Semarang pada waktu itu. Sampai saat ini (2009) jejak bangunan ini masih terlihat jika kita melewati jalan Arteri Semarang maupun dari jembatan di Kampung Melayu (dulu jembatan putar).

Mercusuar (sekarang disebut menara suar) dibangun tahun 1884 dan diresmikan oleh Raja Willem III. Mercusuar berbentuk segi sepuluh dengan alas melebar dan mengerucut ke atas. Ketinggiannya sekitar 30 meter, konstruksi mercusuar terdiri dari 10 lantai (tingkat) dan setiap tingkatnya dilengkapi dengan dua jendela. Pada fasade bangunan terlihat cincin pada setiap sudut sebagai tanda batas tingkat bangunan. Cincin ini juga berfungsi untuk mempermudah perawatan fasade bangunan. Di tengah mercusuar terdapat poros bangunan yang terbuat dari besi plat dengan ketebalan rata – rata 1 centimeter. Interior bangunannya dilengkapi dengn tangga melingkar yang dihubungkan dengan paku klem. Sampai tahun 1999 mercusuar masih berfungsi dengan baik, hanya saja lantai dasar bangunan telah terendam air, untuk mengatasinya dibuat saluran dan tanggul agar air tidak masuk ke bangunan. (Wawasan, 2 Oktober 1999, Menara Suar, Saksi Bisu Kota Semarang).

Akibat adanya normalisasi Kali Semarang, gudang – gudang dan kantor dagang di sepanjang Kanal Baru di sebelah barat mengalami penggusuran, sehingga jejak – jejaknya sudah tidak terlihat lagi.

Dulu sebelum tahun 1970-an, pada kawasan Boom Lama terdapat ritual etnis Cina di Semarang, yang dikenal Sam Poo Kecil untuk mengenang Poo Sing Tay Tee. Dikatakan Sam Poo Kecil karena arak – arakan dan upacara ritualnya tidak semegah Sam Poo Besar yang sangat berkaitan dengan Sam Poo Kong (Gedung Batu). Jalur arak – arakan Sam Poo Kecil dimulai dari Klenteng Gang Lombok Semarang (Klenteng Tay Kak Sie), menyusuri Pecinan, Jalan Bojong (jalan Pemuda), masuk ke Pasar Regang Kampung Melayu (Klenteng Kampung Melay hanya dilewati saja), dan berakhir di Boom Lama. Setelah sampai Boom Lama terjadi perayaan dan atraksi – atraksi ritual khas kebudayaan Cina.

Menurut Liem (1931), perayaan Sam Poo Kecil bermula pada tahun 1860, dimana telah diangkat seorang mayor Cina bernama Tan Cong Hoay. Pada waktu itu dilakukan lelang madat, dan pajak tersebut jatuh kembali ke tangan orang Cina. Tan Jong Hoay memegang banyak pajak, sehingga dia memperoleh banyak keuntungan. Kemudian Tan Jong Hoay memesan patung Poo Sing Tay Tee (tabib dari kaum Gouw) dari Tiongkok. Patung tersebut sangat mahal, untuk mengangkutnya diperlukan sebuah kapal khusus. Patung tersebut tiba di Semarang menurut hitungan Cina jatuh pada tanggal satu bulan Gow – gwee. Di Boom Lama diadakan upacara penyambutan oleh rombongan hwee-sio dari Tay Kak Sie, dari Boom Lama patung tersebut dibawa mengelilingi Pecinan, kemudian menuju klenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok. Setiap tahun pada bulan tersebut diadakan upacara di Boom Lama untuk memperingati hari sampainya patung tersebut.