Rabu, 08 November 2023

KAMPUNG MELAYU PADA PERTENGAHAN ABAD 20 SAMPAI TAHUN 2010

Singgih Prasetyo, seorang tetua di Kampung Melayu, mengemukakan setelah pendudukan Jepang di Jawa, perdagangan antar pulau berhenti dan mati. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan perdagangan Cina dan Arab berkembang Kembali, sedangkan pada tahun 1950 berkembang perdagangan antar pulau oleh orang – orang Banjar. Setelah kelura PP no. 10 tahun 1963 yang berisi : Cina tidak diperbolehkan berada di daerah kecamatan, melainkan harus berada di daerah tingkat II, banyak orang – orang Cina Kembali ke Tiongkok, sehingga perdagangan antar pulau Jawa – Kalimantan, yang diwakili oleh orang Banjar semakin berkembang, sedangkan pasaran pedagang Arab hanya dalam skala lokal. Kemudian tahun 1965 Perdagangan Banjar, Arab dan Cina berkembang dengan seimbang. Setelah Orde Baru perdagangan antar pulau Kembali macet, karena adanya penguasaan perdagangan oleh etnik Cina. Pasang surut perkembangan perdagangan di Kampung Melayu sejalan dengan kronologi perkembangan aktivitas perdagangan di Semarang, karena keduanya membentu link yang saling mengikat dan mempengaruhi. Pada saat pemerintahan Hindia Belanda masih berkuasa di Semarang, kedalaman dan kebersihan Kali Semarang selalu dikontrol. Di kanal baru terdapat jembatan putar untuk keperluan dan kemudahan lalu lintas kapal keruk Belanda, untuk membersihkan dan memdalam sungai. Sampai tahun 1955 kapal keruk masih bisa masuk sampai Kali Cilik. Sejak tahun 1970-an Kampung Melayu mulai terjebak pada masalah banjir dan rob yang tidak terselesaikan sampai tahun 2010, hal ini disebabkan oleh : • Pembangunan permukiman baru di daerah Semarang barat, seperti Perumahan Tanah Mas dan Semarang Indah yang mengakibatkan instruksi air laut. • Pembangunan Kawasan LIK ( Lingkungan Industri Kecil ) di daerah Kali Gawe juga berdampak negative bagi permukiman ini, karena dalam pelaksanaanya Kawasan LIK yang kondisi tanahnya berawa dilakukan pengurukan untuk mempertinggi permukaan tanah, akibatnya air hujan lari ke daerah yang lebuh rendah, yaitu di sekitar Kawasan pusat Kota Lama. • Adanya reklamasi pantai Kawasan Tanjung Mas, sehingga daratan menjorok ke laut beberapa meter. Pada dataran tersebut terdapat Kantor Distrik Navigasi Semarang, Gudang milik Kanindotex, lahan peti kemas dan sebagainya. Pada tahun 1985 Pemetrintah Daerah Tingkat I Jateng menggalakan Program normalisasi Kali Semarang. Program ini bertujuan untuk mengatasi banjir dan memperbaiki lingkungan di daerah bantaran Kali Semarang, yang dipenuhi rumah – rumah illegal, terlihat kotor, kumuh serta menyediakan ruang terbuka kota. Dalam Upaya normalisasi sungai, dibuat jalan pada sisi kiri dan kanan sepanjang Kali Semarang, dengan lebar jalan sekitar 4 meter, yang disebut dengan jalan inspeksi. Normalisasi sungai dan pembuatan jalan inspeksi, menciptakan ruang terbuka berbentuk curvilinier atau linier di sepanjang tepi sungai. Program normalisasi menyangkut keruangan meliputi pemberian ruang inspeksi pada kanan – kiri sungai, sehingga secara fisik bentuk curvilinier mengikuti bentuk alur sungai. Akibat program normalisasi sungai banyak bangunan – bangunan dan permukiman - permukiman etnik di sepanjang Kali Semarang terkena penggusuran dan pemotongan bangunan. Hal ini berpengaruh pula pada pola tatanan dan orientasi permukiman – permukiman etnik tersebut. Dalam pelaksanaan proyek normalisasi sungai, jembatan putar yang berfungsi untuk kelancaran lalu lintas kapal keruk Belanda dibongkar. Dengan alasan jembatan tersebut menghambat aliran sungai, sehingga pada waktu hujan Kawasan tersebut sering terjadi banjir. Kemudian bekas jembatan putar tersebut dibangun jembatan biasa yang menghubungkan Kampung Melayu dengan zona perdagangan di Kawasan kanal baru. Pada saat merealisasikan program normalisasi sungai tersebut, sempat terjadi kontra dari warga Kampung Melayu, karena banyak rumah – rumah di tepi sungai mengalami penggusuran dan pemotongan bangunan. Pada waktu itu dalam perencaaan program normalisai, Masjid Menara (landmark Kampung Melayu) harus digusur sampai batas gerbang masjid. Kelompok Arab Hadramaut berjuang keras untuk mempertahankan masjid tersebut. Karena bagi etnik Arab, masjid tersebut merupakan embrio pembentukan komunitas mereka yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Dengan alas an tersebut Pemerintah mengkaji kembali dan menyetujui untuk tidak membongkar Masjid Menara. Sampai saat ini masjid tersebut masih kokoh berdiri sebagai landmark Kampung Melayu

Tidak ada komentar: